Itu Bukan Mimpi
Mata kecilnya terus berkedip, seakan malas untuk berhenti. Setiap kedipan, mencurahkan kebahagiaan lewat senyum dari bibir mungilnya. Kedipan mata bukanlah tanda sakit. Kedipan ini adalah tanda bahagia seorang gadis kecil berusia 5 tahun. Bukan hanya kedipan mata, pergerakan kepala ke kanan dan kekiri pun semakin cepat. Dan seiring berjalannya detik jam, semakin terlihat garis kebahagiaan yang dipancarkan.

Putryani Angelica adalah nama yang sangat indah, namun nama Lika lebih dikenal di kompleks rumahnya. Suatu kompleks perumahan yang memiliki kehidupan yang kompleks memberikan kebahagiaan tersendiri untuk Lika. Aktivitas kedipan mata dan pergerakan kepala ini merupakan salah satu ekspresi kebahagiaan Lika.
Pemandangan pagi ini selalu terjadi setiap hari dan rasa bahagia yang didapatkan berbeda-beda. Memang ini sulit untuk diutarakan dengan kata-kata karena hanya ‘rasa’ yang dapat dirasakan. Terlihat sekelompok anak laki-laki mengayuh sepeda ontelnya dengan terburu-buru dan berbalap-balapan. Entah dengan tujuan yang sama, yaitu sekolah. Atau dengan tujuan berjualan di warung atau pasar. Selain itu, tidak sedikit anak-anak berseragam berjalan kaki sambil bercerita dengan serunya hingga tidak sadar mereka sudah sampai di gerbang sekolahan yang mungkin menurut mereka adalah sebuah neraka.
Aktivitas di pagi hari terasa belum lengkap apabila belum minum jamu gendong ibu Kus. Mbak Kus, Ibu Kus, Mbok Kus atau apapun nama yang biasa dipanggil oleh orang yang akan membeli jamu, adalah seorang ibu muda yang berparas manis. Dengan tubuh yang menjulang tinggi, ibu Kus selalu menggendong jamu menyusuri jalan setapak di kompleks rumah Lika. Lilitan selendang dan keranjang jamu terbilang cukup rapih dan cukup kokoh untuk dibawa berkeliling. Lambaian tangan dan senyum sumringah selalu dipancarkan ke setiap orang yang dia temui di jalanan dan Lika selalu menangkap lambaian tangan itu sebagai sebuah sumber kebahagiaan.
“Ada jual ikan hias. Boleh tidak ya aku membeli ikan hias bercorak hitam dan orange itu?”, ucap Lika tiba-tiba bertepatan dengan seorang bapak penjual ikan hias melewati pagar rumah Lika. Sebuah gerobak yang terlihat tidak cukup kokoh untuk mengangkut lebih dari 50 toples kaca yang berisikan ikan hias yang beraneka warna, mulai warna pelangi sampai dengan warna hitam polos. Tidak lama, sang bapak pun pergi dengan melambaikan tangan di tangan kanannya dan tangan kirinya mendorong gerobak dengan susah payah.
Di sisi kanan halam rumah Lika terdapat bangunan megah bergaya modern dengan balutan hampir 80% kaca. Bangunan ini adalah sekolah Internasional mulai dari TK sampai SMA. Keramaian di bangunan keren ini melebihi dari ramainya pasar. Jadi, kedamaian pun sedikit demi sedikit sirna. Padatnya halaman parkir dapat dilihat dari hampir menempelnya badan mobil yang satu dengan yang lainnya. Sehingga, teriakan omelan seorang ibu kepada anaknya dapat digunakan sebagai omelan untuk anak di mobil sebelah.
Terlihat seorang ibu bak model dengan tampilan sungguh apik dan cantik. Rambut hasil blow-an tergerai kebelakang dengan menenteng tas wanita seharga ratusan juta di bahu sebelah kanan. Tangan kirinya sibuk menekan-nekan tombol handphone dan tangan kanannya menggandeng seorang anak perempuan dengan rambut yang jauh dari kata rapih. Anehnya, anak kecil berantakkan ini selalu Bahagia setiap melihat Lika dan melambaikan tangan setiap akan masuk ke pintu kaca.
“Siapa sih gadis gendut itu?”
“Adik kecil bertubuh gempal Ma ….”
“Ngapain sih dia selalu ada dijendela besar itu ….”
“Dia menyambut kita Ma ….”
“Aneh …. Sakit jiwa kali ya”
………….
Begitulah kira-kira obrolan antara ibu cantik dan anaknya. Lika mendengarnya dengan jelas tapi dia menanggapinya dengan suka cita. Tiba-tiba, ibu Kus hadir di halaman sekolah Internasional itu dengan membawa jamu gendongnya. Tidak lama keberadaannya sudah tertutup oleh para satpam, supir dan petugas sekolah yang berkerumun untuk membeli jamu. Dikarenakan banyaknya virus yang berterbangan, terutama di kota besar, maka setiap pagi orang-orang membeli sugesti untuk hidup sehat dengan asupan makanan dan minuman super sehat.
Tiba-tiba senyum Lika berkurang dan hilang ketika dia melihat sebuat sepeda mini yang sedang dikendarai oleh gadis kecil campuran Australia – Indonesia – Cina. Bunyi “krincing krincing” seperti membawa Lika ke suatu masa dimana dia pun susah sekali untuk mengingatnya. Dia hanya bisa menghilangkan rasa bahagia tanpa mengerti alasan sesungguhnya. Dada terasak sesak, jantung seperti ditekan, ternggorokan seperti terdorong membuat air mata ingin keluar dengan sendirinya. Lika selalu bingung dan kesal setiap kejadian ini hadir, sehingga dia benci sekali dengan gadis kecil bersepeda mini itu.
Akhirnya, Lika memalingkan wajahnya dan memilih untuk menonton sinetron yang isinya selalu orang baik dan jahat atau orang yang melotot dan orang yang menangis. Secara tidak disangka-sangka terdengar suara “GUBRAK GUBRAK GUBRAK GUBRAK GUBRAK” yang diikuti dengan suara teriakan melengking. Lika berusaha tidak mau mengetahui apa yang terjadi, matanya tetap melihat sinetron yang membosankan itu. Air matanya hampir jatuh ….
Gadis indo bersepeda mini terlihat sudah berada di sebuah selokan yang cukup besar bersama dengan sepedanya dengan mata tertutup. Terlihat tangannya tidak dalam posisi yang nyaman karena seperti menahan sesuatu. Terlihat ibu Kus pelan-pelan merambah pinggiran sekolan untuk menggotong gadis itu. Ya, ibu Kus berada dibawah si gadis dan sepedanya. Suara rintihan seorang ibu semakin terdengar, apalagi dia menyadari kalau anaknya tidak bersuara dan suara nafas pun tidak terdengar sama sekali. Teriakan ketakutan dan dorongan tangannya seakan tidak ada hentinya untuk membuat sang anak terjaga. Gagal. Dan dunia terasa gelap.
Di Rumah Sakit …..
Suasana di rumah sakit membuat rasa takut semakin menjadi bagi Ibu Kus. Rasa tegangnya menunggu sang anak dioperasi membuat kaki terus melangkah dari ujung ke ujung tanpa henti dan tidak terasa sama sekali. 1 jam. 2 jam. 3 jam. 4 jam. 5 jam. 6 jam. Operasi tidak kunjung usai. 8 jam kemudian keluarlah seorang dokter dengan kacamata berada di ujung hidungnya sambil mencari-cari keluarga dari seorang anak kecil yang di operasi.
“Siapa disini keluarga dari nona Putryani Angelica?”
“Saya ibu nya dok”, sahut ibu Kus dengan tergesa-gesa namun lemas
“Mohon maaf bu, kami sudah berusaha namun anak ibu dinyatakan lumpuh permanen. Hanya kepala dan raut muka saja yang dapat digerakan dan itu juga harus dilakukan terapi secara rutin”
“Lika ….. “ Hanya itu yang dapat dikatakan oleh Ibu Kus dan selanjutnya gelap.
Ya, gadis kecil blasteran Australia, Indonesia dan Cina itulah Putryani Angelica alias Lika. Dia sesungguhnya bukan anak kandung dari ibu Kus. Lika ditemukan olehnya di teras sekolah internasional ketika Lika masih bayi. Dirawatlah bayi itu dari kecil hingga besar dengan penuh kasih sayang. Dijagalah Lika dengan protokol kesehatan dan keamanan yang cukup baik oleh Ibu Kus. Karena itulah rasa seperti kesamber gledek yang dirasakan oleh Ibu Kus ketika dokter mengatakan Lika lumpuh dan hanya kepala dan raut muka saja yang dapat bergerak.
Dengan sabarnya Ibu Kus membuat seluruh syaraf Lika bergerak lagi dengan memperlihatkan keceriaan sang Ibu ketika berjualan dan melambaikan tangannya. Lika akan selalu tersenyum dan berbahagia melihat kebahagiaan orang disekitar dia. Sang gadis kecil yang gempal dan cantik sekali ini secara tidak sadar hatinya terus mendekat ke saudara kembarnya yang hanya dia yang tahu siapakah saudara kembarnya.
Rasa bahagia, rasa sayang dan rasa tenang selalu dia dapatkan dipagi hari ketika seorang anak kecil dengan rambut berantakan melambaikan tangan di ambang pintu kaca. Hanya 2 kata yang dia dapat ucapkan sambil tersenyum ….
“Kakak ….. “ “Mama …..”
Good…👍
LikeLiked by 1 person
Terimakasih De 😘
LikeLike